Kamis, 14 Januari 2010

Revitalisasi dan Reaktualisasi Adat dan Tradisi di Kota Pekalongan

I. Pendahuluan
Pekalongan adalah kota yang berusia satu abad lebih, dengan luas 17,55 km dan jumlah penduduk sekitar 275.000. Kota modern yang lengkap dengan infra struktur dan fasilitasnya ini adalah kota ”pelabuhan perikanan nusantara terbesar di Indonesia” yang agaknya berniat menyempurnakan diri dengan menggali jati diri yang bersumber dari adat, tradisi, nilai-nilai dan kegiatan budaya lokal yang dimilikinya.
Kota yang sesungguhnya memiliki latar sejarah yang lebih panjang dari pada usia yang ditetapkan ini sudah sejak lama memiliki adat dan tradisi lokal yang hidup dan berkembang sampai sekarang. Kita tidak tahu persis kapan dan siapa orang Pekalongan yang memulai kegiatan adat dan tradisi membatik, atau masak nasi megono atau tauto (taucho soto), atau membuat garang asem dan keripik tahu.
Demikian pula, kita tidak tahu secara persis kapan dan siapa orang Pekalongan yang berjerih payah memulai dan mengembangkan adat dan tradisi berkesenian tari sintren, bermusik simthudurror dengan puji-pujian dan sholawatan yang mengagungkan asma Allah swt, berolah tari kuntulan (99 asmaulhusna), beradat sya’banan (khol/ruwah) dan bertradisi syawalan yang belakangan dilengkapi lopis raksasa (berdiameter 150 cm, berat 185 kg dan tinggi 110 cm).
Bukankah itu semua adat, tradisi, dan unsur-unsur budaya lokal yang sudah demikian akrab bagi sebagian masyarakat Kota Pekalongan dan sekitarnya, dan bahkan dikenal oleh sebagian masyarakat yang jauh di luar lingkungannya?
Orang-orang Kota Pekalongan masih memendam rasa tidak puas terhadap keadaan adat, tradisi dan nilai-nilai budaya yang dimilikinya itu, dan oleh sebab itu ingin melakukan revitalisasi dan reaktualisasi terhadap adat, tradisi dan unsur-unsur budaya lokal tersebut. Orang-orang Kota Pekalongan ingin melakukan revitalisasi dan reaktualisasi karena adat, tradisi dan unsur-unsur budaya lokal tersebut dirasakan masih kekurangan greget, kekurangan daya hidup, dan masih dapat didorong daya hidupnya sehingga mengalami gairah hidup yang lebih besar, tumbuh dan berkembang lebih hebat dan menjadi lebih besar dari keadaan yang dialami sekarang. Jika unsur-unsur budaya tersebut lebih kokoh maka jati diri dan kekayaan budaya pun membahana.

II. Revitalisasi dan Reaktualisasi Adat dan Tradisi
Revitalisasi dan reaktualisasi adat dan tradisi dapat dipahami sebagai usaha atau proses melahirkan dan menghidupkan kembali, menggerakkan dan mewujudkan kembali adat, tradisi dan unsur-unsur budaya lokal lain yang telah diwarisi secara turun-temurun.
Apakah revitalisasi dan reaktualisasi adat warisan Pekalongan memang perlu? Revitalisasi dan reaktualisasi memang perlu jika adat dan tradisi memang kurang berdaya, kurang bergairah, atau bahkan hampir punah! Apakah kegiatan adat dan tradisi membatik, memasak nasi megono, membuat tauto (taucho soto), garang asem dan keripik tahu sudah kurang berdaya, kurang bergairah, atau hampir punah? Demikian pula, apakah tradisi menari sintren, bermusik simthudurror dengan puji-pujian dan sholawatan yang mengagungkan asma Allah swt, berolah tari kuntulan, beradat sya’banan (khol/ruwah) dan syawalan dengan sajian lopis tak lagi bergairah? Untuk mengatasi adat dan tradisi yang sekarat atau hampir punah memerlukan kecermatan dan usaha-usaha.
III. Adat dan Tradisi Membatik, Memasak Nasi Megono, Tauto, Garangasem dan Keripik Tahu
III. 1. Adat dan Tradisi Membatik
Membatik sudah menjadi adat dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Pekalongan selama puluhan tahun atau bahkan lebih dari seabad. Adat dan tradisi membatik adalah kebiasaan yang diajarkan secara turun-temurun dengan kegiatan melukis dengan motif dan warna di atas kain (mori), yang melibatkan proses wax resist technique (teknik perintang warna) sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Tiongkok, Turkistan, Thailand dan India sejak zaman dahulu. Kegiatan membatik di Jawa yang mulai pada awal abad ke-19 disebut mencapai «titik puncak dengan memberikan hasil-hasil karya yang amat sangat indah dan halus». Selagi masih berkembang dengan puncak-puncak adikarya batik, pulau Jawa mengalami industrialisasi pada tahun 1970an. Teknologi sablon dan printing (cap) yang mulai dikenal sejak itu telah mengakibatkan terjadinya perubahan adat dan tradisi membatik secara besar-besaran.
Orang membuat batik tidak lagi hanya dengan melukis di atas kain (mori) melainkan ”menyablon” dan/atau ”mencap” kain, yang pada dasawarsa 1990an juga melakukannya dengan bahan sutera. ”Menyablon” dan ”mencap” kain dilakukan dengan bantuan peralatan dan mesin serta teknologi sehingga membuat batik bukan lagi kegiatan ”seni” tradisional yang menghasilkan karya seni handcraft atau handmade melainkan produk industri ”sablon” dan/atau ”cap.” Selain itu proses sablon dan cap dilakukan dengan waktu jauh lebih cepat, sehingga produk industri batik menjadi lebih murah. Dalam keadaan demikian adat dan tradisi membatik mengalami kemunduran dan baru belakangan ini bangkit kembali. Revitalisasi dan reaktualisasi adat dan tradisi membatik di Pekalongan memerlukan langkah dan kegiatan strategis dan taktis antara lain sebagai berikut.
(1). Bangkitkan apresiasi pemerintah dan masyarakat terhadap batik antara lain dengan
(a) memberikan pemahaman yang memadai mengenai perbedaan antara membatik di satu sisi, dan menyablon dan mencap di sisi lain, sehingga penghargaan terhadap adat dan tradisi membatik sebagai karya seni lukis manusia (handcraft, handmade) hidup kembali dan bergairah, terutama bagi pengabdi dan pelaku kegiatan membatik;
(b) memberikan penghargaan terhadap para pembatik yang sudah mengabdikan diri dan menghasilkan adikarya yang indah dan khas Pekalongan, setiap periode tertentu, misalnya tahunan, 2 tahunan, 3 tahunan, dst. dengan hadiah-hadiah menarik;
(c) menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, lomba-lomba dan festival membatik untuk berbagai kategori dengan hadiah-hadiah menarik;
(d) menyelenggarakan hari Batik Pekalongan dan hari memakai Batik Pekalongan di kantor-kantor dan masyarakat luas;
(e) memberikan kemudahan dan bantuan terhadap usaha-usaha pembuatan batik;
(f) mengusahakan peningkatan kesejahteraan terhadap para pelaku adat dan tradisi membatik.
(2) Jalin jaringan-jaringan hubungan dengan pihak-pihak luar lingkungan, daerah dan luar negeri untuk kepentingan pelestarian adat dan tradisi membatik dan karya seni batik komersial yang indah, khas dan bermutu.
(3) Selenggarakan kajian dan penelitian yang menghasilkan pemahaman yang mendalam bahwa selembar batik hasil karya seorang ”pelukis” batik bermakna dalam dengan aspek-aspek kearifan lokal yang harus dilestarikan dan dilindungi, ekonomi rumah tangga, pemberdayaan perempuan (pembatik), urbanisasi dan lapangan pekerjaan, dsb.
(4) Hasilkan kebijakan bahwa masuk dan berkembangnya teknologi moderen untuk industrialisasi batik memang tak bisa ditolak tetapi dapat dibatasi.
(5) Selenggarakan lomba-lomba disain batik dan lanjutkan dengan lomba-lomba melukiskan disain-disain tersebut di atas kain sehingga menjadi batik.
(6) Kenakan dan berikan kenang-kenangan batik kepada para tamu daerah dan negara.
III. 2. Memasak Nasi Megono, Tauto, Garangasem, dan Keripik Tahu
(1) Susun menu harian, mingguan dan bulanan dengan nasi megono, tauto, garangasem dan keripik tahu dalam rumah tangga pada keluarga-keluarga Pekalongan meskipun sudah tinggal di luar Pekalongan;
(2) Selenggarakan pelatihan-pelatihan, lomba-lomba dan festival memasak nasi megono, tauto, garangasem dan keripik tahu di berbagai kategori dengan hadiah-hadiah menarik;
(3) Susun menu dengan nasi megono, tauto, garangasem dan keripik tahu dalam perjamuan, pertemuan, lokakarya, seminar dan kegiatan-kegiatan lain di kantor, instansi dan hotel;
(4) Sajikan menu dengan nasi megono, tauto, garangasem dan keripik tahu ketika keluarga Pekalongan kedatangan tamu;
(5) Sempurnakan pembuatan nasi megono, tauto, garangasem dan keripik tahu agar lebih enak-lezat, bergizi dan sehat, sesudah itu sosialisasikan menu tersebut sebagai makanan-makanan yang enak-lezat, bergizi dan sehat.
III. 3. Berkesenian Tari Sintren, Bermusik Simthudurror, dan Berolah Tari Kuntulan
(1) Selenggarakan pelatihan-pelatihan, lomba-lomba dan festival sintren, simthudurror dan kuntulan di berbagai kategori dengan hadiah-hadiah menarik;
(2) Sajikan sintren, simthudurror dan kuntulan dalam menyambut kedatangan tamu dari daerah lain atau bangsa manca, baik di tempat kedatangan, kantor maupun hotel;
(3) Lindungi dan berikan perhatian dan bantuan kesejahteraan bagi para pelaku adat dan tradisi sintren, simthudurror dan kuntulan;
(4) Jalin jaringan kerjasama antar daerah dan antar negara untuk penyajian sintren, simthudurror dan kuntulan;
(5) Sempurnakan penyajian sintren, simthudurror dan kuntulan dengan inovasi, mutu dan penyesuaian.
III. 4. Sya’banan dan Syawalan
(1) Berikan pemahaman makna dan nilai relijius dan kebudayaan setiap penyelenggaraan (ritual) sya’banan (khol/ruwahan) dan syawalan, terutama kepada generasi muda.
(2) Temukan tokoh-tokoh panutan dan teladan, terutama ulama dan kiai untuk berpidato, berkhotbah dan berceramah, yang mengajak ummat untuk mengembangkan adat dan tradisi sya’banan dan syawalan tidak semata-mata sebagai arena hingar-bingar, melainkan sebagai wadah penemuan kembali makna silaturahmi dan nilai saling-hormat-dan-mengasihi antar generasi.
(3) Selenggarakan lomba-lomba dan festival dalam kegiatan adat dan tradisi sya’banan dan syawalan yang bermakna dan bernilai relijius tetapi kreatif dan inovatif.
(4) Misalnya, dalam pembuatan lopis tidak hanya menghasilkan lopis yang raksasa, melainkan juga lopis yang bermakna dan bernilai relijius, enak dimakan, menyehatkan dan indah dipandang.

IV. Penutup
Selain usaha-usaha di atas tentu ada strategi, metode, teknik, dan cara yang bisa direncanakan, ditempuh dan disempurnakan dari waktu ke waktu agar revitalisasi dan reaktualisasi adat dan tradisi yang dikembangkan dan dibanggakan oleh warga Pekalongan, para hadirin penikmat dan pendukung adat dan tradisi Pekalongan, menjadi lebih bermakna, bernilai, tanpa mengabaikan inovasi, kreasi dan rekreasi, dan bahkan rekreasi sosial relijius. Ben rakhat ra arane!
Wassalam.
NHK. Kamis, 24 Mei 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar