Kamis, 14 Januari 2010

Memahami Orang Lain

I. Pendahuluan
Pada hakekatnya manusia diciptakan sama. Memahami orang lain adalah seperti memahami diri sendiri. Secara mendasar apa yang kita miliki adalah dimiliki oleh orang lain juga, yaitu identitas diri atau jati diri. Demikian pula, dalam banyak hal, apa yang kita pikirkan dan rasakan, sesungguhnya dapat juga dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain.
Untuk memahami manusia, diri sendiri dan orang lain, sebagai individu dan sebagai bagian masyarakat, secara konseptual dapat didekati melalui agama, filsafat, ilmu dan seni, yaitu unsur-unsur penting dalam kehidupan beradab yang berkembang dan sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Berikut ini disampaikan pemahaman diri dan orang lain melalui beberapa pendekatan.

II. Manusia Arif dan Bijaksana
Pada tahun 1980an, untuk memahami manusia, MT Zen (1981) menawarkan diagram yang menggambarkan adanya 4 (empat) unsur yang harus berhubungan dan berpadu dalam diri manusia moderen yang arif dan bijaksana. Unsur-unsur tersebut adalah “Kesenian,” “Sains Teoretis” (Theoretical Science) dan “Sains Terapan” (Applied Science) atau “Teknologi” (Technology), yang saling berhubungan dengan “Filsafat-Teologi-Agama.” Gambar diagram tersebut adalah sebagai berikut.


Diagram Unsur-Unsur Terpadu dalam Diri Manusia: Saya, Engkau, Dia

Melalui “Kesenian” manusia mencari identitas diri, mencari keindahan, untuk mengenal apa dan siapa saya, engkau dan dia. “Tanpa unsur-unsur kesenian, hidup hanyalah gurun belaka, suatu oasis tanpa air,” kata MT Zen. “Sains Teoretis” untuk mengetahui kenapa sesuatu terjadi dan “Sains Terapan” atau “Teknologi” untuk mengetahui bagaimana melakukan sesuatu. Dari segala aktivitas kebudayaan yang dilakukan oleh manusia, manusia perlu memiliki orientasi yang benar, yang hanya bisa terjadi apabila manusia mengenal dan mengamalkan filsafat, teologi, dan agama – yang mengendalikan manusia untuk selalu mengetahui “apa yang harus dan apa yang jangan dilakukan” – yang tidak pernah diajarkan melalui sains, teknologi dan kesenian.
III. Pendekatan Ilmu Sosial
Untuk memahami manusia, individu dan masyarakat, diri sendiri dan orang lain, ilmu sosial mengembangkan konsep-konsep kelas (ekonomi), status (sosial) dan partai (politik), yang mendasari stratifikasi sosial, yakni konsep bahwa masyarakat manusia itu pada dasarnya mengenal pelapisan dan ranking system (sistem pangkat atau kedudukan). Manusia yang mengandung pelapisan, pangkat dan kedudukan membawa peran bersamanya. Mobilitas sosial pun bisa dianalisis melalui pendekatan ini.
(1) Kelas ekonomi menunjukkan tempat atau tingkat seseorang atau sekelompok orang dalam kemampuan atau kekayaan ekonomi. Orang atau masyarakat di suatu lokasi atau komunitas atau masyarakat atau bangsa dapat dibagi ke dalam (a) kelas atas; (b) kelas menengah; dan (c) kelas bawah – yang masing-masing masih dapat dibagi-bagi lagi secara lebih terinci, misalnya seperti Gambar Piramida di bawah ini.

Figure 1: Piramida Kelas Ekonomi

(2) Status Sosial adalah keadaan sosial yang dikenakan orang terhadap seseorang atau keluarga atau kelompok. Status dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu (a) ascribed status (status asal) dan (b) achieved status (status prestasi). Selain itu, ada pula yang disebut status inconsistency.
(a) Ascribed status (status asal) adalah status atau derajat sosial yang melekat pada diri seseorang atau keluarga atau kelompok karena asal atau sumber (keturunannya) yang dibawa sejak lahir. Secara tradisional anak-anak Raja Jawa adalah Pangeran dan anak-anak Kiai dipanggil “Gus.” Dalam skala lebih luas, status asal seseorang dapat menyangkut keluarga asal daerah tertentu, kota tertentu, masyarakat tertentu, bangsa tertentu, negara tertentu, warna kulit tertentu, kelas ekonomi tertentu, dsb. yang bersifat bawaan sejak lahir.
(b) Achieved status (status prestasi) adalah status atau derajat sosial yang diperoleh atau dicapai seseorang atau keluarga atau kelompok karena prestasinya. Pada zaman sekarang, status sosial dapat diperoleh atau dicapai melalui berbagai bidang pencapaian, seperti pendidikan, organisasi, olah raga, kesenian, keagamaan, dsb. Seseorang yang lahir dengan “status rendah” dalam perjalanan hidupnya dapat saja berkembang mencapai prestasi yang tinggi dalam bidang kegiatan tertentu, sehingga dia memperoleh status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Demikian pula sebuah keluarga, kelompok atau masyarakat, bahkan bangsa.
(3) Partai Politik dapat analisis secara sendirian maupun dikaitkan dengan “kelas” dan “status” sesuai kebutuhan dan kasus yang diperiksa. Tetapi melalui kegiatan-kegiatan partai politik, sebagaimana melalui kegiatan-kegiatan moderen lainnya seperti pendidikan, seseorang juga dapat mencapai “kelas” dan “status” tertentu, tergantung keberhasilan atau prestasinya.
IV. Penutup
Memahami diri sendiri dan orang lain dapat dilakukan melalui pemahaman dan pengamalan unsur-unsur kehidupan dan kebudayaan yang mendorong manusia menjadi arif dan bijaksana, yakni sains, teknologi, dan kesenian, yang berpadu dengan filsafat, teologi dan agama.
Memahami diri sendiri dan orang lain juga dapat dilakukan dengan konsep ilmu sosial melalui analisis mengenai kelas, status dan partai.

Biodata singkat
Nurdien H. Kistanto, Guru Besar Antropologi dan Dekan Fakultas Sastra UNDIP. Mendapat gelar BA (1975) dan Drs (1980) dari Universitas Diponegoro Semarang, kemudian melanjutkan studi pada program American Studies di Michigan State University, Michigan, USA (MA, 1985) dan pada Department of Anthropology, Sydney University, Australia (Ph. D., 1995).

Referensi
Zen, M. T. 1981. Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia. Jakarta: Yayasan Obor dan Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar