Rabu, 13 Januari 2010

Transformasi Pertanian ke Dunia Industri

Transformasi yang terjadi adalah bersifat generasional, yakni anak-anak atau keturunan petani memasuki pekerjaan dan matapencaharian di sektor industri dan jasa.
Sebagian besar orang muda di pedesaan yang mengenyam pendidikan tidak tertarik lagi untuk bekerja di sektor pertanian sebagai buruh tani, dengan berbagai alasan seperti “tidak rapi,” “dekat dengan lumpur,” atau alasan yang lain seperti “cari kenalan,” “upah tetap.” Selain itu, mereka tidak memiliki lahan untuk digarap, atau kalau punya terlalu sempit untuk diandalkan. Oleh sebab itu, mereka cukup dapat menerima jika mereka harus menjadi buruh pabrik dan berdesak-desakan naik bis angkutan umum atau kendaraan jemputan dari pabrik – tokh teman-teman lain juga demikian.
III. 2. Petani dan Petambak
Petani dan petambak sering digolongkan dalam satu kategori bidang pekerjaan dan matapencaharian. Budidaya pertanian tanaman padi dan palawija di pantura Jawa Tengah seringkali berdekatan dengan budidaya pertambakan. Para pemilik sawah tidak jarang adalah juga pemilik tambak; demikian juga para penggarap atau penebas pertanian tanaman padi dan palawija kadang juga penggarap atau penebas panenan hasil tambak. Dapat pula terjadi bahwa lahan pertanian tanaman padi atau palawija dikonversikan menjadi lahan untuk budidaya tambak.
Di pedesaan yang mengalami industrialisasi, dalam 2 (dua) dasawarsa ini telah terjadi pergeseran peruntukan lahan yang cukup signifikan, dari lahan pertanian bergeser menjadi lahan industri dan fasilitas-fasilitas lain non-pertanian. Tabel 1 menunjukkan terjadinya peralihan peruntukan lahan di Desa Mororejo, Kaliwungu, dengan berdirinya pabrik PT Kayu Lapis Indonesia yang beroperasi sejak akhir tahun 1970an.
Mengikuti peralihan peruntukan lahan adalah terjadinya perubahan struktur jenis pekerjaan di Desa tersebut, dengan banyaknya tenaga kerja yang memasuki dunia industri sebagai buruh pabrik, sebagai strategi adaptasi angkatan kerja terhadap tekanan perubahan peruntukan lahan dan lajunya pertumbuhan penduduk, sementara kesempatan kerja di pedesaan amat terbatas. Statistik desa untuk matapencaharian ini disajikan dalam Tabel 2.







Tabel 1: Penggunaan Lahan di Mororejo, 1979-1991
Luas area: 1.435.095 ha (14 Km2 +)
Sawah*
[ha] Tambak*
[ha] Industri** [ha] Pemukiman, dll.
[ha] Sungai,
Jalan, dll. [ha] Jumlah
[ha]
1979 330.882 651.731 n.a. t.a. t.a. 982.613
1981-83 330.882 631.425 31.085 t.a. t.a. 993.392
1984-86 330.882 609.140 58.450 t.a. t.a. 998.472
1987 328.752 598.362 60.450 t.a. t.a. 987.564
1988 328.752 598.235 80.635 t.a. t.a. 1007.622
1989 328.752
[22.9%] 598.235
[41.6%] 80.635
[5.6%] 111.595
[7.7%] 315.879
[22.0%] 1435.095
[100.0%]
1990 328.752
[22.9%] 598.235
[41.6%] 80.635
[5.6%] 123.684
[8.6%] 303.789
[21.2%] 1435.095
[100.0%]
1991 318.234
[22.1%] 591.938
[41.2%] 118.342
[8.2%]** 102.992
[7.1%] 303.589
[21.2%] 1435.095
[100.0%]
Sumber: Monografi Desa, 1979-1992. Catatan: *) 28.3 ha, atau sekitar 2% dari keseluruhan sawah adalah tanah bengkok untuk Lurah dan stafnya. 18.2 ha tambak, 2.8 ha sawah, dan 0.125 ha lahan kering [21.2 ha atau 1.5% dari keseluruhan] adalah bondo desa.
**) Semula sawah dan tambak, dibeli dari petani, ditambah tanah urugan pantai dan lahan kosong pantai yang tidak produktif.








Tabel 2: Matapencaharian di Mororejo, 1979-1990
Jenis Pekerjaan
[Juml. Penduduk] 1979
[4849] 1983
[5460] 1988
[5666] 1990
[5810]
Petani pemilik [%] 867 [70.2] 893 [47.5] 987 [28.2] 992 [28.3]
Buruh tani [%] 265 [21.4] 376 [20] 778 [22.2] 773 [22.1]
Nelayan [%] t.a. 14 [0.7] 19 [0.5] 19 [0.5]
Pemilik industri [%] 1 [0.08] 1 [0.05] 1 [0.02] 1 [0.02]
Buruh industri [%] 55* [4.4] 295 [15.7] 725 [20.7] 723 [20.6]
Buruh bangunan [%] t.a. 158 [8.4] 768 [21.9] 768 [21.9]
Pedagang [%] 22 [1.7] 42 [2.2] 57 [1.6] 59 [1.6]
Transport [%] 12 [0.9] 25 [1.3] 35 [1] 35 [1]
PNS [%] 8 [0.6] 12 [0.6] 13 [0.3] 13** [0.3]
TNI/Polri [%] t.a. 12 [0.6] 57 [1.6] 57 [1.6]
Pensiunan [%] 6 [0.4] 7 [0.3] 9 [0.2] 9 [0.2]
Lain-lain [%] t.a. 43 [2.2] 44 [1.2] 44 [1.2]
Jumlah [%] 1235 [100] 1878 [100] 3493 [100] 3493 [100]
Sumber: Monografi Desa, 1979-1991.
Catatan:
*) Agustus 1979 ketika pabrik KLI mulai beroperasi.
**) Pada tahun 1991 jumlahnya 20 orang dan pertengahan 1992 menjadi 22 orang.












III. 3. Nelayan
Kaum nelayan di pantura Jawa Tengah sering diasosiasikan sebagai bersahabat dengan kemiskinan (lihat, misalnya Mubyarto, dkk. 1984). Kawasan dan lingkungan hunian mereka nyaris selalu tampak kumuh. Para nelayan sendiri selama ini merasa sebagai kelompok yang diabaikan, tak pernah diperhatikan selama masa pembangunan yang lalu, seperti yang diungkapkan oleh para nelayan di Muarareja, Kota Tegal. Mereka bahkan mengatakan bahwa mereka seperti hidup di daerah yang belum merdeka, karena mereka merasa tak pernah diurus oleh negara, untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai nelayan, seperti bantuan keuangan atau kredit dari perbankan.
Di pusat-pusat komunitas nelayan, di satu kota bisa terdapat puluhan ribu nelayan. Tempat tinggal dan lingkungan hunian nelayan berada di pinggir pantai, bahkan kadang-kadang persis di bibir pantai. Jumlah nelayan di sepanjang pantura Jawa Tengah, diperkirakan mencapai ratusan ribu, yang terdapat di wilayah-wilayah Tegal dan Kabupaten Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara, Rembang dan Juwana. Di Kota Tegal terdapat hampir 10.000 orang nelayan (8,65%) yang terkonsentrasi di Kecataman Tegal Barat dan Tegal Timur di lingkungan pantai Tegal, seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3: Penduduk Kota Tegal menurut Lapangan Pekerjaan
per Kecamatan

Jenis Pekerjaan Kecamatan
Tegal Selatan Tegal Timur Tegal Barat Margadana
Petani sendiri
Buruh tani 967
1.322 83
205 318
193 2.530
3.830
Nelayan 120 2.681 6.835 56
Pengusaha
Buruh Industri
Buruh bangunan
Pedagang
Pengangkutan
PNS/ABRI
Pensiunan
Lain-lain 305
3.385
4.460
3.601
968
1.209
655
6.063 668
9.970
7.164
3.869
1.320
5.841
1.292
2.797 745
2.112
1.394
2.293
1.244
2.750
1.098
12.543 183
1.115
2.400
2.108
761
335
122
992
Jumlah 23.055 35.863 31.525 14.432
Sumber: Kotamadya Tegal dalam Angka, 1997.

III. 3. 1. Konflik Antar Nelayan






Daftar Pustaka

Alexander, Paul, et. Al. Eds. 1991. In the Shadow of Agriculture – Non-Farm Activities in the Javanese Economy, Past and Present. Amsterdam: Royal Tropical Institute.

Kistanto, Nurdien H. 1994. ‘Petani’ and ‘Buruh Industri’ – The Transformation of a Rural Javanese Labour Force. Ph. D. Thesis. Sydney: University of Sydney.

________. 2000. “Population and Occupational Change in a Coastal Village.” Journal of Coastal Development Vol. 3, No. 3, June, pp. 663-667.

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Mubyarto, dkk. 1984. Nelayan dan Kemiskinan. Jakarta: Rajawali.

Suparlan, Parsudi. 1999. “Kata Pengantar” dalam Mudjahirin Thohir, Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran. Semarang: Penerbit Bendera.

Thohir, Mudjahirin, 1999. Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran. Semarang: Penerbit Bendera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar